BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sosiolinguistik
menempatkan bahasa sebagai bagian dari sistem sosial dan sistem komunikasi
serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu. Pemakaian
bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi di dalam berbagai situasi.
Interaksi sosial tersebut akan hidup berkat adanya aktivitas bicara pada
anggota pemakai bahasa. Aktivitas bicara itu akan lebih berhasil apabila
didukung oleh alat-alat dan faktor lain yang turut menentukannya, antara lain
faktor situasi.
Perilaku berbahasa dan
sikap berbahasa merupakan dua hal yang erat hubungannya, yang dapat menentukan
pilihan bahasa serta kelangsungan hidup suatu bahasa. Perilaku berbahasa adalah
sikap mental seseorang dalam memilih dan menggunakan bahasa. Pada dasarnya
seseorang bebas memilih bahasa dan bebas pula menggunakan bahasa itu. Kebebasan
ini merupakan bagian tertentu dari hak asasi manusia. Meskipun seseorang bebas
memilih dan menggunakan bahasa lebih-lebih di era globalisasi ini, kita tetap
harus menyadari apa yang diingatkan oleh Kamaruddin (2007) bahwa diera
globalisasi ini kita diterpa oleh konsep dan kosa kata asing demikian
dahsyatnya, alat kebahasaan, alih kode, campur kode, penyerapan, dan transfer,
tetapi kita tidak akan begitu saja menyerah pada dominasi kebudayaan asing.
Semua hal itu sebaiknya dijadikan sebagai proses menuju pengungkapan jati diri
sistem bahasa Indonesia. Terpaan pengaruh budaya asing serta bahasa asing
(bahasa Inggris) yang sangat kuat menuntut peningkatan kemampuan daya tahan dan
daya kembang budaya dan bahasa Indonesia.
Situasi kebahasaan di
Indonesia memang amat kompleks karena terdapat sejumlah besar bahasa di
Indonesia tercinta ini. Di dalam kehidupan sosial serta aktivitas sehari-hari
anggota masyarakatnya, di samping bahasa Indonesia, dipakai juga bahasa-bahasa
daerah, dan bahasa asing tertentu sesuai dengan fungsi, situasi, serta konteks
berbahasa. Situasi kebahasaan di Indonesia seperti itu, jika dipandang dari
sudut masyarakat itu atau adanya lebih dari satu bahasa dalam masyarakat itu,
dapat disebut bilingualisme secara kemasyarakatan.
Kontak yang intensif
antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi yang bilingual/multilingual
seperti dalam masyarakat Indonesia cenderung mengakibatkan timbulnya gejala
alih kode (code-switching), campur kode (code-mixing), dan interferensi
(interference). Dengan kata lain, ketiga gejala tersebut merupakan gejala yang
lazim terjadi sebagai produk bilingualisme/ multilingualisme.
Di Indonesia, fenomena
tersebut hidup dan tumbuh secara subur. Bahkan dewasa ini, muncul bahasa yang
hanya digunakan oleh kelompok atau kalangan tertentu tidak dapat dihindarkan,
yaitu bahasa gaul. Semua fenomena sikap dan perilaku serta variasi berbahasa
seperti bahasa gaul tersebut memberikan banyak sekali ruang dan peluang bagi
para pemerhati bahasa lebih-lebih peneliti bahasa untuk dapat mengkaji lebih
jauh mengenai aspek bahasa dalam tinjauan sosiolinguistik.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah, rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:
1) Pengertian bahasa
2) Fungsi bahasa
3) sifat-sifat bahasa
4) sikap berbahasa
1) Pengertian bahasa
2) Fungsi bahasa
3) sifat-sifat bahasa
4) sikap berbahasa
BAB II
PEMBAHASAN
BAHASA DAN SIKAP BERBAHASA
2.1
Pengertian
Bahasa
Bahasa
menurut KBBI (2008:116), yaitu system lambang bunyi yang arbiter yang digunakan
oleh anggota satu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri.
Bahasa juga dijabarkan
oleh beberapa ahli seperti Harimurti Kridalaksana yang menyatakan bahwa bahasa
adalah sistem bunyi bermakna yang dipergunakan untuk komunikasu oleh kelompok
manusia. Lalu Finoechiaro yang menyatakan bahwa bahasa adalah simbol vokal yang
arbitrer yang memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu, atau
orang lain yang mempelajari sistem kebudayaan itu, berkomunikasi atau
berinteraksi.
Untuk
mengetahui pengertian bahasa lebih jelasnya, kita dapat meninjau dari dua segi,
yaitu dari segi teknis dan segi praktis.
1)
Secara teknis, bahasa adalah seperangkat
ujaran yang bermakna yang dihasailkan oleh alat ucap manusia. Sehubungan dengan pengertian ini, ada beberapa
catatan yang perlu dikemukakan.
Pertama,
bahasa dikatakan sebagai seperangkat ujaran yang bermakna karena ada ujaran-ujaran lain yang tidak
bermakna meskipun juga dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Kedua,
bahasa dikatan sebagai seperangkat ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia karena ada ujaran-ujaran lain yang tidak dihasilkan oleh alat ucap
manusia.
2)
Secara
praktis, bahasa merupakan alat komunakasi antar-anggota masyarakat yang berupa
sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Berdasarkan
pengertian secara praktis tadi dapat kita ketahui bahwa bahasa dalam hal ini
mempenyuai dua aspek, yaitu aspek sitem (lambang) bunyi dan aspek makna. Bahasa
disebut sistem bunyi atau sistem lambang bunyi karena bunyi-bunyi bahasa yang
kita dengar atau kita ucapkan itu sebenarnya bersistem atau memiliki
keteraturan. Kata beras, misalnya, tersusun menurut urutan bunyi b-e-r-a-s.
Jika urutan diubah, misalnya menjadi b-e-s-a-r atau s-e-b-a-r, maknanya pun
akan berubah.
2.2 Fungsi Bahasa
1.
Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Sebagai alat ekspresi, bahasa merupakan sarana untuk mengekspresikan atau
mengungkapkan segala sesuatu yang mengendap didalam dunia batin seseorang, baik
berupa gagasan, pikiran, perasaan, maupun pengalaman yang dimilikinya. Dalam
hal ini, sebagai alat ekspresi diri, bahasa seringkali juga digunakan untuk
menyatakn keberadaan atau eksistensi kepada orang lain.
2.
Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang
lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akansempurna bila ekspresi diri
kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengankomunikasi pula kita
mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita,
serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita.Sebagai alat
komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita,
melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama
dengan sesama warga. Iamengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan,
merencanakan dan mengarahkan masadepan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuantertentu. Kita ingin
dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapatditerima
oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita.
Kitaingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain
membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar
atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan
bahasa dengan memperhatikan kepentingan dankebutuhan khalayak sasaran kita.Pada
saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita
jugamempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual.
Oleh karena itu,seringkali kita
mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makrohanyadipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan
tertentu, namun katabesaratauluaslebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum.
Katagriya,misalnya, lebih sulitdipahamidibandingkan katarumahatauwisma.Dengan
kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma,dianggap lebih komunikatif karena
bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya ataumakroakan memberi nuansa
lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansaintelektualitas, atau
nuansa tradisional.Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat
komunikasi sekaligus pulamerupakan alat untuk menunjukkan identitas diri.
Melalui bahasa, kita dapat menunjukkansudut pandang kita, pemahaman kita atas
suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat
kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsamaupun sebagai diri
sendiri.
3.
Bahasa sebagai Alat Integrasi dan
Adaptasi Sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu
unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusiamemanfaatkan pengalaman-pengalaman
mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu,
serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat
hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagaialat
komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat
dengankelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan
kemasyarakatandengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh
efisiensi yangsetinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang
sempurna bagi tiapindividu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
Cara berbahasa tertentu selain
berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alatintegrasi dan
adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial
tertentu,kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada
situasi dan kondisi yangkita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda
pada orang yang berbeda. Kitaakan menggunakan bahasa yang nonstandar di
lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau
orang yang kita hormati.Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga
berusaha mempelajari bagaimanacara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada
situasi apakah kita akan menggunakankata tertentu, kata manakah yang sopan dan
tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasaIndonesia boleh menegur orang
dengan kata kamu atau saudara atau bapak atau anda?
Bagiorang asing, pilihan kata itu
penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan orangIndonesia. Jangan
sampai ia menggunakan kata kamuuntuk menyapa seorang
pejabat.Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita
salah menggunakantata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan
menguasai bahasa suatu bangsa,kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri
dengan bangsa tersebut.
4.
Bahasa sebagai Alat Kontrol
Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa
sangat efektif. Kontrol sosial inidapat diterapkan pada diri kita sendiri
atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan
disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksiadalah
salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.Ceramah agama
atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alatkontrol sosial.
Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial.
Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang
(talk show) di
televisi dan radio.
Iklan layanan masyarakat atau
layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasasebagai alat kontrol
sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikankepada kita cara
untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik.
Di samping itu, kita belajar untuk menyimak danmendengarkan pandangan orang
lainmengenai suatu hal.Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang
sangat mudah kita terapkanadalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis
merupakan salah satu cara yang sangatefektif untuk meredakan rasa marah kita.
Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya,
pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dankita dapat
melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.
5.
Bahasa sebagai Alat Aktivitas Artistik
Bahasa dipergunakan dengan cara seindah-indahnya guna pemuas rasa estetis
manusia, misalya syair-syair lagu dan puisi
6.
Bahasa sebagai Alat dalam ranah didaktis
Menjadi kunci mempelajari pengetahuan lain. Memang dengan bahasa kita dapat
membaca tulisan-tulisan atau mendengarkan dan mengerti penjelasan pengetahuan
lain. Itu sebabnya kemampuan berbahasa yang baik dapat membantu dalam memahami
pengetahuan lain di luar bahasa.
7.
Bahasa sebagai Alat Filologi
Bahasa dipergunakan untuk
mempelajari naskah-naskah tua untuk menyelidiki latar belakang sejarah manusia,
sejarah kebudayaan, dan adat istiadat serta perkembangan bahasa itu sendiri.
2.3
Sifat-sifat
Bahasa
1. Bahasa itu adalah Sebuah Sistem
Sistem berarti susunan teratur berpola
yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. sistem terbentuk
oleh sejumlah unsur yang satu dan yang lain berhubungan secara fungsional.
Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun menurut pola
tertentu dan membentuk satu kesatuan.
Sebagai sebuah sistem,bahasa itu
bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun
menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu
bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem
bawahan (dikenal dengan nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri
dari tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik,
dan tataran leksikon. Secara hirarkial, bagan subsistem bahasa tersebut sebagai
berikut.
2. Bahasa itu Berwujud Lambang
2. Bahasa itu Berwujud Lambang
Lambang dengan berbagai seluk
beluknya dikaji orang dalam bidang kajian ilmu semiotika, yaitu ilmu yang
mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia. Dalam semiotika
dibedakan adanya beberapa tanda yaitu: tanda (sign), lambang (simbol), sinyal
(signal), gejala (sympton), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon.
Lambang bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan langsung yang bersifat
wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya.
3. Bahasa itu berupa bunyi
3. Bahasa itu berupa bunyi
Menurut Kridalaksana (1983), bunyi
adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang
bereaksi karena perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bahasa adalah bunyi yang
dihasilkan alat ucap manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa.
4. Bahasa itu bersifat arbitrer
4. Bahasa itu bersifat arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan
’sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’. Yang dimaksud dengan
istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa
(yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh
lambang tersebut. Ferdinant de Saussure (1966: 67) dalam dikotominya membedakan
apa yang dimaksud signifiant dan signifie. Signifiant (penanda) adalah lambang
bunyi itu, sedangkan signifie (petanda) adalah konsep yang dikandung
signifiant.
Bolinger (1975: 22) mengatakan:
Seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, maka
seseorang yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata
apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa menebak
makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum
pernah kita dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi ”saran” atau
”petunjuk” apapun untuk mengetahui maknanya.
5. Bahasa itu bermakna
Salah satu sifat hakiki dari bahasa
adalah bahasa itu berwujud lambang. Sebagai lambang, bahasa melambangkan suatu
pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan
dalam wujud bunyi itu. Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyi makna.
Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat
disebut bukan bahasa.
[kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna = bahasa
[dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa
6. Bahasa itu bersifat konvensional
[kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna = bahasa
[dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa
6. Bahasa itu bersifat konvensional
Meskipun hubungan antara lambang
bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang
tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua
anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu
digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya, binatang berkaki
empat yang biasa dikendarai, dilambangkan dengan bunyi [kuda], maka anggota
masyarakat bahasa Indonesia harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya dan
digantikan dengan lambang lain, maka komunikasi akan terhambat.
7. Bahasa itu bersifat unik
Bahasa dikatakan bersifat unik,
artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh
bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan
kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya.
8. Bahasa itu bersifat universal
8. Bahasa itu bersifat universal
Selain bersifat unik, bahasa juga
bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap
bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya, ciri universal bahasa yang paling umum
adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan
konsonan.
9. Bahasa itu bersifat produktif
9. Bahasa itu bersifat produktif
Bahasa bersifat produktif, artinya
meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang
jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tidak terbatas,
meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu.
Misalnya, kita ambil fonem dalam bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari
empat fonem tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa:
- /i/-/k/-/a/-/t/
- /k/-/i/-/t/-/a/
- /k/-/i/-/a/-/t/
- /k/-/a/-/i/-/t/
10. Bahasa itu bervariasi
Anggota masyarakat suatu bahasa
biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan latar
belakang budaya yang tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang
digunakan menjadi bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu:
- Idiolek : Ragam bahasa yang bersifat perorangan.
- Dialek : Variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu.
- Ragam : Variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tertentu. Misalnya, ragam baku dan ragam tidak baku.
11. Bahasa itu bersifat dinamis
Bahasa tidak pernah lepas dari
segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai
makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena keterikatan dan keterkaitan
bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat
kegiatan manusia itu selalu berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi
tidak tetap, menjadi dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau
istilah baru, peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.
12. Bahasa itu manusiawi
12. Bahasa itu manusiawi
Alat komunikasi manusia berbeda
dengan binatang. Alat komunikasi binatang bersifat tetap, statis. Sedangkan
alat komunikasi manusia, yaitu bahasa bersifat produktif dan dinamis. Maka,
bahasa bersifat manusiawi, dalam arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya
dapat digunakan oleh manusia.
2.4
Sikap berbahasa
2.4.1 Pengertian
Sikap Berbahasa
Sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap
bahasa sendiri atau bahasa orang lain (Kridalaksana, 2001:197). Dalam bahasa
Indonesia kata sikap dapat mengacu pada bentuk tubuh, posisi berdiri yang
tegak, perilaku atau gerak-gerik, dan perbuatan atau tindakan yang dilakukan
berdasarkan pandangan (pendirian, keyakinan, atau pendapat) sebagai reaksi atas
adanya suatu hal atau kejadian.
2.4.2 Ciri-ciri Sikap
Bahasa
Sikap merupakan kontributor utama bagi keberhasilan belajar bahasa. Garvin
dan Mathiot (1968) mengemukakan sikap bahasa itu setidak-tidaknya mengandung
tiga ciri pokok, yaitu:
a.
Kesetiaan bahasa (Language loyality). Kesetiaan bahasa
adalah keinginan masyarakat mendukung bahasa itu untuk memelihara dan
mempertahankan bahasa itu bahkan kalau perlu mencegahbya dari pengaruh bahasa
lain.
b.
Kebanggaan bahasa (language pride). Kebangaan bahasa
mendorong seseorang atau masyarakat pendukung bahasa itu untuk menjadikannya
sebagai penanda jati, lambang indentitas dan kesatuan masyarakat.
c.
Kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm). Cenderung
untuk mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan satuan.
2.4.3
Jenis-jeni sikap Bahasa
Sikap pada umumnya bahwa selalu memiliki dua sisi. Sisi
jelek dan sisi baik. Begitu juga dengan sikap bahasa. Sikap bahasa ada dua
yaitu sikap positif dan sikap negatif.
a.
Sikap positif
Sikap
positif tentu saja berhubungan dengan sikap-sikap atau tingkah laku yang tidak
bertentangan dengan kaidah atau norma yang berlaku.sedangkan sikap positif
bahasa adalah penggunanaan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa dan sesuai dengan
situasi kebahasan.
b.
Sikap negatif
sikap negatif bahasa akan menyebabkan orang acuh terhadap
pembinaan dan pelestarian bahasa. Mereka menjadi tidak bangga lagi memakai
bahasa sendiri sebagai penanda jati diri bahkan mereka merasa malu memakai
bahasa itu. Dalam keadaan demikian orang mudah beralih atau berpindah bahasa,
biasanya dalam satu masyarakat bilingual atau multilingual terjadi beralih
bahasa kepada yang lebih bergengsi dan lebih menjamin untuk memperoleh
kesempatan disektor modern dan
semcamnya.
PENUTUP
Kesimpulan
Sikap bahasa merupakan gejala
kejiwaan yang tidak bisa diamati secara langsung. Sikap bahasa dapat diamati
melalui perilaku berbahasa atau perilaku tutur, tetapi tidak setiap perilaku
tutur mencerminkan sikap bahasa. Sedangkan perilaku berbahasa adalah sikap
mental seseorang dalam memilih dan menggunakan bahasa. Perilaku berbahasa dan
sikap berbahasa merupakan dua hal yang erat hubungannya, yang dapat menentukan
pilihan bahasa serta kelangsungan hidup suatu bahasa.
Masyarakat kota Makassar telah memiliki sikap positif terhadap penggunaan bahasa Indonesia, tetapi dalam berperilaku bahasa masyarakat kota Makassar masih sangat negatif. Perilaku bahasa yang negatif ini berdampak buruk terhadap penggunaan bahasa Indonesia khususnya ragam baku, yaitu penggunaan ragan baku oleh kelompok menengah masyarakat kota Makassar masih sangat rendah.
Masyarakat kota Makassar telah memiliki sikap positif terhadap penggunaan bahasa Indonesia, tetapi dalam berperilaku bahasa masyarakat kota Makassar masih sangat negatif. Perilaku bahasa yang negatif ini berdampak buruk terhadap penggunaan bahasa Indonesia khususnya ragam baku, yaitu penggunaan ragan baku oleh kelompok menengah masyarakat kota Makassar masih sangat rendah.
Dalam perkembangan
masyarakat modern saat ini, masyarakat Indonesia cenderung lebih senang dan
merasa lebih intelek untuk menggunakan bahasa asing. Hal tersebut memberikan
dampak terhadap pertumbuhan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa.
Kecenderungan masyarakat ataupun para pelajar menggunakan bahasa asing dalam
percakapan sehari-hari semakin tinggi. Dan yang lebih parah makin berkembangnya
bahasa slank atau bahasa gaul yang mencampuradukkan bahasa daerah, bahasa
Indonesia, dan bahasa Inggris.
DAFTAR PUSTAKA
Harimurti Kridalaksana. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mansoer, Pateda. 1990. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.
Nababan, P.W.J. 1986. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia.
Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan Problema. Surakarta: Henari Offset Solo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar