Kamis, 22 Januari 2015

kronologi pengumpulan Al-qur'an




KATA PENGANTAR
Bismilahirahmanirahim,

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha Esa, Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucakan kepada Allah Swt, yang karena bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah makalah berjudul "PENGUMPULAN AL-QURAN PADA MASA RASULULLAH SAW, ABU BAKAR r.a, USTMAN BIN AFFAN r.a" pada mata kuliah Ulumul Qur’an/Hadis” di FAKULTAS TARBIYAH dan KEGURUAN.

selawat bernada salam, kami sanjung sajikan kepangkuan nabi besar Muhammad saw, dengan adanya beliau, Alhamdulillah sampai saat ini kami dapat menyusun sebuah makalah.

Makalah ini kami buat berdasarkan buku penunjang yang kami baca. Dan untuk lebih menarik peminat pembaca makalah ini kami ikut sertakan beraneka ragam yang kami petik pada buku perpustakaan. Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini, oleh karna itu kami mengharapkan  kritik dan saran dari pihak manapun yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Banda aceh,                                 2014

Penulis
i1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................       i1
DAFTAR ISI ................................................................................................................        i2

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………..  i3
1.1  Latar  Belakang……………………………………………………………….    1
1.2  Rumusan Masalah……………………………………………………………     2
1.3  Tujuan………………………………………………………………………..     2      
1.4  Manfaat.......................................................................................................          2

BAB II  PEMBAHASAN...........................................................................................          i4
Kronologi pengumpulan al quran
1.1 Bagaimana pengumpulan al-Quran pada masa rasulullah saw…………...        3
1.2 Bagaimana pengumpulan al-Quran pada masa Abu Bakar r.a..................    5
1.3 Bagaimana pengumpulan al-Quran pada masa Ustman bin Affan r.a.......    7

BAB III  PENUTUP……………………………………………………………………    i5
1.1  Kesimpulan……………………………………………………………........    10
1.2   Kritik dan saran………………………………………………………........    12

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….    i6
i2

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Al-Quran adalah kalam Allah swt yang merupakan mukjizat diturunkan kepada Muhammad saw melalui malaikat jibril, ditulis di mushaf diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya sebagai ibadah.

Pengumpulan dan penyusunan al-Quran dalam bentuk seperti saat ini, tidak terjadi dalam satu masa, tapi berlangsung selama beberapa tahun atas upaya beberapa orang dan berbagai kelompok. Urutan, susunan dan jumlah ayat di setiap surah sudah dibakukan sejak zaman Rasulullah saw. Karenanya surah-surah di dalam al-Quran harus dibaca sesuai dengan urutan yan telah ditetapkan.

Setiap huruf diawali dengan turunnya  bismillahirrahmanirrahim,  kemudian  ayat-ayat  yang  diturunkan  dicantumkan  sesuai  dengan  urutan  turunnya. Kadang  kala  pernah  terjadi  bahwa  rasulullah saw, dengan bimbingan jibril, memerintahkan agar sebuah ayat diletakkan di surah berbeda, tidak sesuai dengan susunan alami. Karenanya, penyusunan  ayat-ayat ke dalam surah-surah al-Quran yang tersusun secara alami atau atas dasar perintah Nabi saw adalah tauqifi (berdasarkan perintah Allah swt) melalui pengawasan dan perintah Rasululah saw sendiri dan susunan tersebut harus diikuti.
1


B.     RUMUSAN MASALAH

Kronologi pengumpulan al-Quran
1.      Pengumpulan al-Quran pada masa Rasulullah saw.
2.      Pengumpulan al-Quran pada masa Abu Bakar r.a
3.      Pengumpulan al-Quran pada masa Ustman Bin Affan r.a

C.    TUJUAN

Tujuan menulis makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui sejarah pengumpulan al-Quran pada masa rasulullah saw
2.      Untuk mengetahui sejarah pengumpulan al-Quran pada masa Abu Bakra r.a
3.      Untuk mengetahui sejarah pengumpulan al-Quran pada masa Ustman bin Affan

D.    MANFAAT

1.      Agar para pembaca dapat mengerti lebih dalam bagaimana rasulullah saw dan para sahabatnya mengumpulkan al-Quran.



2
BAB II
PEMBAHASAN
KRONOLOGI PENGUMPULAN AL-QURAN

A.    Pengumpulan al-Quran pada masa rasulullah saw

Sejarah telah mencatat bahwa pada masa-masa awal kehadiran agama islam, bangsa arab tempat diturunkannya Al-Quran tergolong ke dalam bangsa yang buta aksara, tidak pandai membaca dan menulis. Kalaupun ada yang bisa baca dan tulis, itu hanya beberapa orang saja yang dapat dihitung dengan jari tanga. Bahkan Nabi Muhammad saw sendiri dinyatakan sebagai nabi yang ummi, yang berarti tidak pandai membacadan menulis.[[1]] Paling sedikit di masa-masa awal kenabiannya adalah Nabi/Rasul yang ummi, yang tidak pernah membaca dan menulis suatu kitab apapun. Dan bangsa arab yang pertama kali menerima al-Quran pada umumnya juga adalah bangsayang ummi, tidak mampu membaca dan menulis kecuali segelintir saja dari mereka. Dan karenanya, mudah dimengerti jika surat al-Quran yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw ialah surah Iqra’ wa al-qalam (surat perintah membaca dan menulis) yang lebih populer dengan nama surat Al-‘alaq.
Kendatipun bangsa arab tergolong buta huruf di masa-masa penurunan al-Quran, di balik itu mereka dikenal memilik daya ingat (hafal) yang sangat kuat. Mereka terbiasa menghafal berbagai syair arab dalam jumlah yang tidak sedikit atau bahkan sangat banyak. Dan untuk ukuran waktu, keunggulan seseorang dalam bidang pengetahuan justru terletak pada mereka yang kuat hafalannya bukan yang pandai baca tulis.
3
Kekuatan daya hafal bangsa arab dalam hal ini para sahabt benar-benar dimanfaatkan secara optimal oleh Nabi dengan memerintahkan mereka supaya menghafal setiap kali ayat al-Quran diturunkan. Sementara yang pandai menulis, yang dari waktu ke waktu jumlahnya semakin bertambah banyak.[[2]] Nabi diperintahkan atau minimal dibolehkan mencatat al-Quran setiap kali beliau menerima ayat-ayat al-Quran. Sehubungan dengan itu, maka tercatatlah para hafiz dan hafizh, disamping para katib al-Quran yang sangat andal. Bahkan tidak jarang dari kalangan mereka ada yang disamping penulis al-Quran, juga sekaligus sebagai hafizh, yang jumlahnya mencapai puluan orang.
Sejerah memang mencatat bahwa dari sekian banyak penulis resmi ayat-ayat al-Quran yang diterima rasul, dan kemudian disampaikan kepada para sahabtnya, Zaid bin Tsabit lah yang paling profesional dan paling andal melakukannya. Dengan sangat cermat dan teeliti, zaid dan kawan-kawan selalu mencatat ayat-ayat al-Quran dan menempatkan serta mengurutkannya teks-teks surat al-Quran itu sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad saw.[[3]] Mengingat pada zaman itu belum dikenal zaman pembukuan, maka tidaklah mengherankan jika pencatatan al-Quran bukan dilakukan pada kertas-kertas apalagi dalam bentuk file-file komputer atau laptop yang dikenal pada zaman sekarang, melainkan dicatat pada benda-benda yang mungkin digunakan sebagai sarana tulis-menulis terutama pelepah-pelepah kurma, kulit-kulit hewan, tulang belulang, bebatuan dan lain-lain yang diatasnya dapat digoreskan ayat-ayat al-Quran pada waktu itu sehingga memerlukan banyank tempat penyimpanan padahal kediaman Nabi tidak terlalu luas dan karenanya maka tidak memungkinkan untuk menyimpan semua catatan al-Quran itu maka

                                                                      4
mudahlah dipahami jika pada zaman Nabi Muhammad saw,berbagai tulisan al-Quran yang masih terserak-serak itu belum/tidak terkumpul di satu tempat tertentu layaknya gedung arsip di zaman modern sekarang.[[4]]   
Al-Quran yang ditulis pada kulit binatang dan alat tulis lainnya harus cocok dengan al-Quran yang dihafal, agar kitab Allah yang dapat dibaca itu lahir dari al-Quran yang ditulis dan dihafal, sehingga manusia seluruhnya dapat mengambil manfaat dari kitab itu sepanjang masa. Namun penulisan pada kulit binatang itu tidak mampu menjaga al-Quran, sebab barang itu mudah berserakan dan hilang, juga para hafiz/hafizh.
Barulah setelah al-Quran turun lengkap, yaitu ditandai dengan wafatnya rasulullah saw, kemudian allah mengilhamkan kepada para khulafa’ al-rasyidun untuk mengumpulkan al-Quran dalam satu mushaf, dan ini merupakan janji allah untuk memelihara al-Quran kepada umat islam.

B.     pengumpulan al-Quran pada masa Abu Bakar r.a

Penghimpunan al-Quran ke dalam satu mushaf, baru di lakukan zaman khalifah Abu Bakar as-Shidiq, tepatnya setelah terjadi perang yamamah. Dalam peperangan ini, konon terbunuh 70-an orang syuhada yang hafal al-Quran dengan amat baiknya. Padahal, sebelum peristiwa yang mengenaskan itu terjadi, telah pula meninggal 70 qurra’ lainnya pada peperangan di sekitar Ma’unah, yang terletak di dekat kota Madinah.
Menyaksikan dua peristiwa tragis yang merenggut banyak korban dari kalangan qari dan hafizh itu, disamping mereka yang meninggal dunia karena sebab-sebab lain, Umar Ibn al-Khathab, salah seorang sahabat paling senior yang jauh pandangannya ke masa depan dan
5
terkenal  sangat tajam analisisnya, segera mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar agar menghimpun al-Quran. Sungguh pun pada mulanya Abu Bakar merasa keberatan untuk mengabulkan usulan Umar, dengan alasan antara lain karena Nabi tidak pernah melakukan hal seperti itu dan tidak pernah pula memerintahkannya yang meyebabkannya Abu Bakar tidak memiliki keberanian moral untuk melakukannya. Namun, atas desakan kuat Umar Ibn al-Khaththab dalil demi kemaslahatan umat dan pelestarian al-Quran itu sendri, maka Abu Bakar pun setelah beberapa kali melakukan shalat istikharah lebih dulu menerima saran Umar.[[5]]
Abu bakar mengangkat semacam panitia atau lajnah penghimpunan al-Quran yang terdiri atas empat orang dengan komposisi kepanitiaan sebagai berikut : Zaid bin Tsabit sebagai ketua, dan tiga orang lainnya yakni: Ustman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib,dan Ubay bin ka’ab, masing-masing bertindak sebagai anggota. Panitia penghimpunan yang semuanya hafal dan penulis al-Quran termasyhur itu dapat menyelesaikan tugasnya dalam waktu kurang dari satu tahun yakni sesudah peristiwa peperangan yamamah dan sebelum wafat Abu Bakar tanpa mengalami hambatan yang berarti. Satu-satunya gangguan teknis jika boleh dikatakan demikian ialah riwayat yang menyebutkan bahwa Zaid dan kawan-kawan panitia lainnya tidak memiliki catatan dua ayat terakhir dari surat At-Taubah, padahal semua  panitia yakni bahwa kedua ayat itu adalah al-Quran. Setelah Zaid bekerja keras dan mengumumkannya kepada khalayak ramai, diperbolehlah catatan kedua ayat tersebut dari sahabat lainnya yang bernama Abu Khuzaimah al-Anshari kesepakatan semua panita, menerima catatan Abu Khuzaimah al-Anshari tersebut.
Dalam sejarah tercatatlah orang yang pertama mempunyai gagasan/ide untuk menghimpun al-Quran yaitu Umar Ibn al-Khathtab, sedangkan orang yang pertama kali menghimpun dan menulis al-Quran ke dalam satu mushaf adalah Zaid bin Tsabit atas perintah Abu Bakar.
6
Himpunan al-Quran yang dilakukan Zaid bin Tsabit kemudian dipegang khalifah Abu Bakar as-Shidiq hingga akhir hayatnya. Dan ketika kekhalifahan dijabat Ustman Ibn Affan, untuk sementara waktu himpunan al-Quran tersebut diriwayat oleh Hafshah binti Umar karena kedua alasan: pertama Hafshah seorang hafizh, dan kedua, dia juga salah seorang istri Nabi di samping sebagai anak seorang khalifah. Untuk kepentingan penggandaan di zaman Ustman, seperti akan diurai, mushaf dari tangan Hafshah binti Umar itulah yang kemudian diambil alih.[[6]]
Mushaf Abu Bakar dan Umar adalah Mushf resmi pertama yang dikumpulkan oleh Zaid bin Tsabit dengan penelitian yang cermat, atas dukungan Abu bakar dan Umar. Hanya saja mushaf resmi ini tidak sempat dikirimkan ke beberapa daerah. Kemungkinan karena terbunuhnya Umar itulah yang menunda pekerjaan tersebut.[[7]]

C.    Pengumpulan al-Quran pada masa Ustman bin Affan r.a

Dalam tahap selanjutnya, ketika jabatan khalifah dipegang Utsman Ibn Affan dan islam tersiar secara luas sampai ke syam (syiria), Irak dan lain-lain, ketika itu timbul pula suatu peristiwa yang tidak diinginkan kaum muslimin. Ketika Ustman menyerahkan bala tentara islam ke wilayah Syam dan Irak untuk memerangi penduduk Armenia dan Azarbaijan, tiba-tiba Hudzaifah Ibn al-Yaman menghadap khalifah Ustman dengan maksud memberi tahu khalifah bahwa di kalangan kaum muslimin di beberapa daerah terdapat perselisihan pendapat mengenai tilawah (bacaan) al-Quran. Hudzaifah mengusulkan kepada Ustman supaya perselisihan itu segera dipadamkan dengan cara menyalin dan memperbanyak al-Quran yang telah dihimpun di
7
 masa Abu Bakar untuk kemudian dikirmkan ke beberapa daerah kekuasaan kaum muslimin. Dengan demikian, diharapkan agar perselisihan dalam soal tilawah al-Quran itu tidak berlarut-larut seperti yang dialami orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam mempersengketakan kitab sucinya masing-masing sehingga melahirkan teks-teks kitab suci yang berlainan dengan yang lain.[[8]]
Setelah mengecek kebenaran berita yang disampaikan Hudzaifah, Ustman pun meminta shuhuf yang ada di tangan Hafshah untuk disalin dan diperbanyak. Untuk kepentingan itu, Ustman membentuk panitia penyalin Mushaf al-Quran yang diketuai Zaid bin Tsabit dengan tiga anggotanya masing-masing. Dalam pengarahannya di hadapan panitia penyalin, Ustman memberikan pengarahan antara lain bahwa apabila terjadi perbedaan pendapat antara Zaid Ibn Tsabit (bukan orang Quraisy) dengan tiga orang pembantunya (semuanya dari suku Quraisy) mengenai tilawah al-Quran, maka hendaklah al-Quran itu ditulis menurut qiraat Quraisy.[[9]] Faktor yang mamacu Ustman menyalin dan memperbanyak al-Quran ialah disebabkan banyak perselisihan pendapat dikalangan umat islam mengenai qiraa’at (bacaan) al-Quran. Pada masa Ustman hal itu mulai dilakukan dengan penertiban rangkain surat demi surat dan ayat demi ayat dalam surat.[[10]]
 Ustman mengembalikan lembaran-lembaran asli itu kepada hafsah. Kemudian Usman mengirimkan ke setiap wilayah mushaf baru tersebut pada setiap wilayah yaitu masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk di madinah, yaitu mushafnya sendri yang dikenal dengan nama “mushaf Imam”. Penamaan mushaf itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam riwayat-riwayat dimana ia mengatakan: “Bersatulah wahai umat-umat muhammad, dan
8
tulislah untuk semua orang satu iman (mushaf Qur’an pedoman)”. Kemudian ia memerintahkan untuk membakar mushaf yang selain itu. Umat pun menerima perintah dengan patuh, sedang qiraat dengan enam huruf lainnya ditinggalkan. Keputusan ini tidak salah, sebab qiraat dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah mewajibkan qiraat dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus disampaikan secara mutawatir sehingga menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini menunjukan bahwa qiraat dengan tujuh huruf itu termaksud dalam kategori keringanan.[[11]]












9

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN :
        Pegumpulan al-Quran pada masa Rasulullah saw masih dalam arti penulisan al-Quran yang pertama. Nabi Muhammad saw setelah menerima wahyu kemudian mengangkat para sahabatnya sebagai penulis wahyu al-Quran seperti Ali bin abi tholib, Muawiyah, Ubai bin ka’ab dan Zaid bin Tsabit. Pengumpulan al-Quran pada masa Rasulullah saw belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang lengkap, karena nabi masih selalu menunggu turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Sehingga Terkumpulnya al-Quran dalam satu mushaf yang lengkap yaitu ditandai dengan wafatnnya Nabi Muhammad saw.
        Abu Bakar r.a diangkat menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah saw. Ia dihapdapkan dengan peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang arab. Perang yang terjadi ini telah menggurkan sebanyak 70 Qorri, sehingga Umar bin Khattab merasa sangat khawatir melihat kenyataan in, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan al-Quran karena dikhawatirkan akan musnah.
        Masa Ustman bin Affan pengumpulan al-Quran dimintanya kepada Hafsah binti Umar untuk disalin. Lalu Ustman membentuk satu panitia yang terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘ash dan Abdurrahman bin Harits bin
10
Hisyam. Tugas mereka adalah membukukan al-Quran dengan menyalin dari lembaran-lembaran tersebut menjadi buku. Dengan demikan, maka pembukuan al-Quran di masa Ustman memiliki faedah diantaranya : menyatukan kaum muslimin pada satu macam Mushaf yaang seragam ejaan tulisannya. Menyatukan bacaan, tapi bacaan itu tidak berlawanan dengan ejaan Musahf-Mushaf Ustman. Sedangkan bacaan-bacaan yang tidak sesuai dengan ejaan Mushaf-Mushaf Usmtan tidak dibolehkan lagi.
        Sejarah pemiliharaan al-Quran ini diambil dari suatu Tafsir al-Quran di Indonesia yang berisi beberapa bab pembuka, diantaranya tentang sejarah penurunan al-Quran, pemeliharaan, tafsir dan sebagainya. Sejarah pemeliharaan al-Quran ini merupakan setitiik dari sejarah Islam yang mungkin masih banyak dari kita tidak mengetahuinya atau hanya tahu sejarah pembukuan di zaman Khalifah Ustman bin Affan saja. Dan mudah-mudahan dapat mendorong keimanan kita dan merasa bangsa pada pemimpin-pemimpin Islam pada zaman dahulu yaang bukan hanya memikirkan bagaimana islam dapat disiarkan, tapi juga memelihara keutuhan firman Allah swt dengan tetap memelihara keimanan mereka kepada Allah dan tetap menjunjung tinggi apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw.




11

KRITIK
        Penulis menyadari bahwa makalah ini amatlah jauh dari kesempurnaan, oleh karna itu diharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi efektifnya makalah selanjutnya, karena penulis adalah manusia yang tidak luput dari kesalahan.

SARAN
        Apabila ada kesalahan yang terdapat dalam makalah ini diharapkan kepada pembaca agar dapat meluruskannya.







12

DAFTAR PUSTAKA
1.      Prof. Dr.H.Muhammad Amin Suma,S.H.M.A.M.M, Ulumul Quran. (Jakarta: Rajawali Pers, 2013).
2.      Ibrahim Al Ibyary, Pengenalan sejarah Al-Quran. (Jakarta Utara: PT. RajaGrafindo, 1995).
















i6


[1] Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma,S.H,M.A,M.M, Ulumul Quran (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). Hal 46
[2] Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma,S.H,M.A,M.M, Ulumul Quran, hal 48
[3] Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma,S.H,M.A,M.M, Ulumul Quran, hal 49
[4] Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma,S.H,M.A,M.M, Ulumul Quran, hal 50
[5] Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma,S.H,M.A,M.M, Ulumul Quran, hal 50
[6] Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma,S.H,M.A,M.M, Ulumul Quran, hal 53
[7] Ibrahim al Ibyariy, pengenalan sejarah al-Quran, (Jakarta Utara: PT.RajaGrafindo Persada, 1995). Hal 45
[8] Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma,S.H,M.A,M.M, Ulumul Quran, hal 53
[9] Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma,S.H,M.A,M.M, Ulumul Quran, hal 54
[10] Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma,S.H,M.A,M.M, Ulumul Quran, hal 55
[11] Ibrahim al Ibyariy, pengenalan sejarah al-Quran, (Jakarta Utara: PT.RajaGrafindo Persada, 1995). Hal 80

Tidak ada komentar:

Posting Komentar