KATA PENGANTAR
Bismilahirahmanirahim,
Puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat tuhan yang maha Esa, Syukur alhamdulillah, merupakan satu
kata yang sangat pantas penulis ucakan kepada Allah Swt, yang karena
bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah makalah berjudul "PENGUMPULAN AL-QURAN PADA MASA RASULULLAH SAW,
ABU BAKAR r.a, USTMAN BIN AFFAN r.a" pada
mata kuliah “Ulumul Qur’an/Hadis” di
FAKULTAS TARBIYAH dan KEGURUAN.
selawat bernada salam, kami sanjung sajikan kepangkuan nabi
besar Muhammad saw, dengan adanya beliau, Alhamdulillah sampai
saat ini kami dapat menyusun sebuah makalah.
Makalah ini kami buat berdasarkan
buku penunjang yang kami baca.
Dan untuk lebih menarik peminat
pembaca makalah ini kami ikut sertakan beraneka ragam yang kami petik pada buku perpustakaan.
Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang
mendasar pada makalah ini, oleh
karna itu kami mengharapkan kritik
dan saran dari pihak manapun
yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Banda aceh, 2014
i1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i1
DAFTAR ISI ................................................................................................................ i2
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….. i3
1.1 Latar
Belakang………………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………… 2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………….. 2
1.4 Manfaat....................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN........................................................................................... i4
Kronologi pengumpulan
al quran
1.1 Bagaimana
pengumpulan al-Quran pada masa rasulullah saw…………... 3
1.2 Bagaimana
pengumpulan al-Quran pada masa Abu Bakar r.a.................. 5
1.3 Bagaimana
pengumpulan al-Quran pada masa Ustman bin Affan r.a....... 7
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………… i5
1.1 Kesimpulan……………………………………………………………........
10
1.2 Kritik dan saran………………………………………………………........ 12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………. i6
i2
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Al-Quran adalah
kalam Allah swt yang merupakan mukjizat diturunkan kepada Muhammad saw melalui
malaikat jibril, ditulis di mushaf diriwayatkan secara mutawatir serta
membacanya sebagai ibadah.
Pengumpulan dan
penyusunan al-Quran dalam bentuk seperti saat ini, tidak terjadi dalam satu
masa, tapi berlangsung selama beberapa tahun atas upaya beberapa orang dan
berbagai kelompok. Urutan, susunan dan jumlah ayat di setiap surah sudah
dibakukan sejak zaman Rasulullah saw. Karenanya surah-surah di dalam al-Quran
harus dibaca sesuai dengan urutan yan telah ditetapkan.
Setiap huruf diawali dengan
turunnya bismillahirrahmanirrahim, kemudian
ayat-ayat yang diturunkan
dicantumkan sesuai dengan
urutan turunnya. Kadang kala
pernah terjadi bahwa
rasulullah saw, dengan bimbingan jibril, memerintahkan agar sebuah ayat
diletakkan di surah berbeda, tidak sesuai dengan susunan alami. Karenanya,
penyusunan ayat-ayat ke dalam
surah-surah al-Quran yang tersusun secara alami atau atas dasar perintah Nabi
saw adalah tauqifi (berdasarkan perintah Allah swt) melalui pengawasan dan
perintah Rasululah saw sendiri dan susunan tersebut harus diikuti.
1
B.
RUMUSAN
MASALAH
Kronologi
pengumpulan al-Quran
1.
Pengumpulan al-Quran
pada masa Rasulullah saw.
2. Pengumpulan
al-Quran pada masa Abu Bakar r.a
3. Pengumpulan
al-Quran pada masa Ustman Bin Affan r.a
C.
TUJUAN
Tujuan menulis
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui
sejarah pengumpulan al-Quran pada masa rasulullah saw
2. Untuk
mengetahui sejarah pengumpulan al-Quran pada masa Abu Bakra r.a
3. Untuk
mengetahui sejarah pengumpulan al-Quran pada masa Ustman bin Affan
D.
MANFAAT
1. Agar
para pembaca dapat mengerti lebih dalam bagaimana rasulullah saw dan para
sahabatnya mengumpulkan al-Quran.
2
BAB
II
PEMBAHASAN
KRONOLOGI
PENGUMPULAN AL-QURAN
A.
Pengumpulan
al-Quran pada masa rasulullah saw
Sejarah telah
mencatat bahwa pada masa-masa awal kehadiran agama islam, bangsa arab tempat
diturunkannya Al-Quran tergolong ke dalam bangsa yang buta aksara, tidak pandai
membaca dan menulis. Kalaupun ada yang bisa baca dan tulis, itu hanya beberapa
orang saja yang dapat dihitung dengan jari tanga. Bahkan Nabi Muhammad saw
sendiri dinyatakan sebagai nabi yang ummi, yang berarti tidak pandai membacadan
menulis.[[1]] Paling sedikit
di masa-masa awal kenabiannya adalah Nabi/Rasul yang ummi, yang tidak pernah
membaca dan menulis suatu kitab apapun. Dan bangsa arab yang pertama kali
menerima al-Quran pada umumnya juga adalah bangsayang ummi, tidak mampu membaca dan
menulis kecuali segelintir saja dari mereka. Dan karenanya, mudah dimengerti jika surat al-Quran
yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw ialah surah Iqra’ wa
al-qalam (surat perintah membaca dan menulis) yang lebih populer dengan nama
surat Al-‘alaq.
Kendatipun
bangsa arab tergolong buta huruf di masa-masa penurunan al-Quran, di balik itu
mereka dikenal memilik daya ingat (hafal) yang sangat kuat. Mereka terbiasa
menghafal berbagai syair arab dalam jumlah yang tidak sedikit atau bahkan
sangat banyak. Dan untuk ukuran waktu, keunggulan seseorang dalam bidang
pengetahuan justru terletak pada mereka yang kuat hafalannya bukan yang pandai
baca tulis.
3
Kekuatan daya
hafal bangsa arab dalam hal ini
para
sahabt benar-benar dimanfaatkan secara optimal oleh Nabi dengan memerintahkan
mereka supaya menghafal setiap kali ayat al-Quran diturunkan. Sementara yang
pandai menulis, yang dari waktu ke waktu jumlahnya semakin bertambah banyak.[[2]] Nabi
diperintahkan atau minimal dibolehkan mencatat al-Quran setiap kali beliau
menerima ayat-ayat al-Quran. Sehubungan dengan itu, maka tercatatlah para hafiz dan hafizh,
disamping para katib al-Quran yang sangat andal. Bahkan tidak jarang dari
kalangan mereka ada yang disamping penulis al-Quran, juga sekaligus sebagai
hafizh, yang jumlahnya mencapai puluan orang.
Sejerah memang
mencatat bahwa dari sekian banyak penulis resmi ayat-ayat al-Quran yang
diterima rasul, dan kemudian disampaikan kepada para sahabtnya, Zaid bin Tsabit
lah yang paling profesional dan paling andal melakukannya. Dengan sangat cermat
dan teeliti, zaid dan kawan-kawan selalu mencatat ayat-ayat al-Quran dan
menempatkan serta mengurutkannya teks-teks surat al-Quran itu sesuai dengan
petunjuk Nabi Muhammad saw.[[3]] Mengingat pada
zaman itu belum dikenal zaman pembukuan, maka tidaklah mengherankan jika
pencatatan al-Quran bukan dilakukan pada kertas-kertas apalagi dalam bentuk
file-file komputer atau laptop yang dikenal pada zaman sekarang, melainkan
dicatat pada benda-benda yang mungkin digunakan sebagai sarana tulis-menulis
terutama pelepah-pelepah kurma, kulit-kulit hewan, tulang belulang, bebatuan
dan lain-lain yang diatasnya dapat digoreskan ayat-ayat al-Quran pada waktu itu
sehingga memerlukan banyank tempat penyimpanan padahal kediaman Nabi tidak
terlalu luas dan karenanya maka tidak memungkinkan untuk menyimpan semua
catatan al-Quran itu maka
4
mudahlah dipahami jika pada zaman
Nabi Muhammad saw,berbagai tulisan al-Quran yang masih terserak-serak itu
belum/tidak terkumpul di satu tempat tertentu layaknya gedung arsip di zaman modern
sekarang.[[4]]
Al-Quran yang
ditulis pada kulit binatang dan alat tulis lainnya harus cocok dengan al-Quran
yang dihafal, agar kitab Allah yang dapat dibaca itu lahir dari al-Quran yang
ditulis dan dihafal, sehingga manusia seluruhnya dapat mengambil manfaat dari
kitab itu sepanjang masa. Namun penulisan pada kulit binatang itu tidak mampu
menjaga al-Quran, sebab barang itu mudah berserakan dan hilang, juga para hafiz/hafizh.
Barulah setelah
al-Quran turun lengkap, yaitu ditandai dengan wafatnya rasulullah saw, kemudian
allah mengilhamkan kepada para khulafa’ al-rasyidun untuk mengumpulkan al-Quran
dalam satu mushaf, dan ini merupakan janji allah untuk memelihara al-Quran kepada
umat islam.
B.
pengumpulan
al-Quran pada masa Abu Bakar r.a
Penghimpunan
al-Quran ke dalam satu mushaf, baru di lakukan zaman khalifah Abu Bakar
as-Shidiq, tepatnya setelah terjadi perang yamamah. Dalam peperangan ini,
konon terbunuh 70-an orang syuhada yang hafal al-Quran dengan amat baiknya.
Padahal, sebelum peristiwa yang mengenaskan itu terjadi, telah pula meninggal 70 qurra’ lainnya pada
peperangan di sekitar Ma’unah, yang terletak di dekat kota Madinah.
Menyaksikan dua
peristiwa tragis yang merenggut banyak korban dari kalangan qari dan hafizh
itu, disamping mereka yang meninggal dunia karena sebab-sebab lain, Umar Ibn
al-Khathab, salah seorang sahabat
paling senior yang jauh pandangannya ke masa depan dan
5
terkenal sangat
tajam analisisnya, segera mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar agar menghimpun
al-Quran. Sungguh pun pada mulanya Abu Bakar merasa keberatan untuk mengabulkan
usulan Umar, dengan alasan antara lain karena Nabi tidak pernah
melakukan hal seperti itu dan tidak pernah pula memerintahkannya yang
meyebabkannya Abu Bakar tidak memiliki keberanian moral untuk melakukannya.
Namun, atas desakan kuat Umar Ibn al-Khaththab dalil demi kemaslahatan
umat dan pelestarian al-Quran itu sendri, maka Abu Bakar pun setelah beberapa
kali melakukan shalat istikharah lebih dulu menerima saran Umar.[[5]]
Abu bakar
mengangkat semacam panitia atau lajnah penghimpunan al-Quran yang terdiri atas
empat orang dengan komposisi kepanitiaan sebagai berikut : Zaid bin Tsabit
sebagai ketua, dan tiga orang lainnya yakni: Ustman Ibn Affan, Ali Ibn Abi
Thalib,dan Ubay bin ka’ab, masing-masing bertindak sebagai anggota. Panitia penghimpunan
yang semuanya hafal dan penulis al-Quran termasyhur itu dapat menyelesaikan
tugasnya dalam waktu kurang dari satu tahun yakni sesudah peristiwa peperangan
yamamah dan sebelum wafat Abu Bakar tanpa mengalami hambatan yang berarti.
Satu-satunya gangguan teknis jika boleh dikatakan demikian ialah riwayat yang
menyebutkan bahwa Zaid dan kawan-kawan panitia lainnya tidak memiliki catatan
dua ayat terakhir dari surat At-Taubah, padahal semua panitia yakni bahwa kedua ayat itu adalah
al-Quran. Setelah Zaid bekerja
keras dan mengumumkannya kepada khalayak ramai, diperbolehlah catatan kedua ayat
tersebut dari sahabat lainnya yang bernama Abu Khuzaimah al-Anshari kesepakatan
semua panita, menerima catatan Abu Khuzaimah al-Anshari tersebut.
Dalam sejarah
tercatatlah orang yang pertama mempunyai gagasan/ide untuk menghimpun al-Quran
yaitu Umar Ibn al-Khathtab, sedangkan orang yang pertama kali menghimpun dan
menulis al-Quran ke dalam satu mushaf adalah Zaid bin Tsabit atas perintah Abu
Bakar.
6
Himpunan al-Quran yang
dilakukan Zaid bin Tsabit kemudian dipegang khalifah Abu Bakar as-Shidiq hingga
akhir hayatnya. Dan ketika kekhalifahan dijabat Ustman Ibn Affan, untuk
sementara waktu himpunan al-Quran tersebut diriwayat oleh Hafshah binti Umar
karena kedua alasan: pertama Hafshah seorang hafizh, dan kedua, dia juga salah
seorang istri Nabi di samping sebagai anak seorang khalifah. Untuk kepentingan
penggandaan di zaman Ustman, seperti akan diurai, mushaf dari tangan Hafshah
binti Umar itulah yang kemudian diambil alih.[[6]]
Mushaf
Abu Bakar dan Umar adalah Mushf resmi pertama yang dikumpulkan oleh Zaid bin
Tsabit dengan penelitian yang cermat, atas dukungan Abu bakar dan Umar. Hanya
saja mushaf resmi ini tidak sempat dikirimkan ke beberapa daerah. Kemungkinan
karena terbunuhnya Umar itulah yang menunda pekerjaan tersebut.[[7]]
C.
Pengumpulan
al-Quran pada masa Ustman bin Affan r.a
Dalam tahap
selanjutnya, ketika jabatan khalifah dipegang Utsman Ibn Affan dan islam
tersiar secara luas sampai ke syam (syiria), Irak dan lain-lain, ketika itu
timbul pula suatu peristiwa yang tidak diinginkan kaum muslimin. Ketika Ustman
menyerahkan bala tentara islam ke wilayah Syam dan Irak untuk memerangi
penduduk Armenia dan Azarbaijan, tiba-tiba Hudzaifah Ibn al-Yaman menghadap
khalifah Ustman dengan maksud memberi tahu khalifah bahwa di kalangan kaum
muslimin di beberapa daerah terdapat perselisihan pendapat mengenai tilawah
(bacaan) al-Quran. Hudzaifah mengusulkan kepada Ustman supaya perselisihan itu
segera dipadamkan dengan cara menyalin dan memperbanyak al-Quran yang telah
dihimpun di
7
masa Abu Bakar untuk kemudian dikirmkan ke
beberapa daerah kekuasaan kaum muslimin. Dengan demikian, diharapkan agar
perselisihan dalam soal tilawah al-Quran itu tidak berlarut-larut seperti yang
dialami orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam mempersengketakan kitab sucinya
masing-masing sehingga melahirkan teks-teks kitab suci yang berlainan dengan
yang lain.[[8]]
Setelah mengecek
kebenaran berita yang disampaikan Hudzaifah, Ustman pun meminta shuhuf yang ada
di tangan Hafshah untuk disalin dan diperbanyak. Untuk kepentingan itu, Ustman
membentuk panitia penyalin Mushaf al-Quran yang diketuai Zaid bin Tsabit dengan
tiga anggotanya masing-masing. Dalam pengarahannya di hadapan panitia penyalin, Ustman memberikan pengarahan
antara lain bahwa apabila terjadi perbedaan pendapat antara Zaid Ibn Tsabit
(bukan orang Quraisy) dengan tiga orang pembantunya (semuanya dari suku
Quraisy) mengenai tilawah al-Quran, maka hendaklah al-Quran itu ditulis menurut
qiraat Quraisy.[[9]] Faktor yang
mamacu Ustman menyalin dan memperbanyak al-Quran ialah disebabkan banyak
perselisihan pendapat dikalangan umat islam mengenai qiraa’at (bacaan)
al-Quran. Pada masa Ustman hal itu mulai dilakukan dengan penertiban rangkain
surat demi surat dan ayat demi ayat dalam surat.[[10]]
Ustman mengembalikan lembaran-lembaran asli
itu kepada hafsah. Kemudian Usman mengirimkan ke setiap wilayah mushaf baru
tersebut pada setiap wilayah yaitu masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya
satu mushaf untuk di madinah, yaitu mushafnya sendri yang dikenal dengan nama
“mushaf Imam”. Penamaan mushaf itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam
riwayat-riwayat dimana ia mengatakan: “Bersatulah wahai umat-umat muhammad, dan
8
tulislah untuk
semua orang satu iman (mushaf Qur’an pedoman)”. Kemudian ia memerintahkan untuk
membakar mushaf yang selain itu. Umat pun menerima perintah dengan patuh,
sedang qiraat dengan enam huruf lainnya ditinggalkan. Keputusan ini tidak
salah, sebab qiraat dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah
mewajibkan qiraat dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus disampaikan
secara mutawatir sehingga menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini
menunjukan bahwa qiraat dengan tujuh huruf itu termaksud dalam kategori
keringanan.[[11]]
9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN :
☻ Pegumpulan
al-Quran pada masa Rasulullah saw masih dalam arti penulisan al-Quran yang
pertama. Nabi Muhammad saw setelah menerima wahyu kemudian mengangkat para
sahabatnya sebagai penulis wahyu al-Quran seperti Ali bin abi tholib, Muawiyah,
Ubai bin ka’ab dan Zaid bin Tsabit. Pengumpulan al-Quran pada masa Rasulullah
saw belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang lengkap, karena nabi masih selalu
menunggu turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Sehingga Terkumpulnya al-Quran
dalam satu mushaf yang lengkap yaitu ditandai dengan wafatnnya Nabi Muhammad
saw.
☻ Abu
Bakar r.a diangkat menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah saw. Ia
dihapdapkan dengan peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan
sebagian orang arab. Perang yang terjadi ini telah menggurkan sebanyak 70
Qorri, sehingga Umar bin Khattab merasa sangat khawatir melihat kenyataan in,
lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan
membukukan al-Quran karena dikhawatirkan akan musnah.
☻ Masa
Ustman bin Affan pengumpulan al-Quran dimintanya kepada Hafsah binti Umar untuk
disalin. Lalu Ustman membentuk satu panitia yang terdiri dari Zaid bin Tsabit
sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘ash dan Abdurrahman bin Harits
bin
10
Hisyam.
Tugas mereka adalah membukukan al-Quran dengan menyalin dari lembaran-lembaran
tersebut menjadi buku. Dengan demikan, maka pembukuan al-Quran di masa Ustman
memiliki faedah diantaranya : menyatukan kaum muslimin pada satu macam Mushaf
yaang seragam ejaan tulisannya. Menyatukan bacaan, tapi bacaan itu tidak berlawanan
dengan ejaan Musahf-Mushaf Ustman. Sedangkan bacaan-bacaan yang tidak sesuai
dengan ejaan Mushaf-Mushaf Usmtan tidak dibolehkan lagi.
☻ Sejarah
pemiliharaan al-Quran ini diambil dari suatu Tafsir al-Quran di Indonesia yang
berisi beberapa bab pembuka, diantaranya tentang sejarah penurunan al-Quran,
pemeliharaan, tafsir dan sebagainya. Sejarah pemeliharaan al-Quran ini
merupakan setitiik dari sejarah Islam yang mungkin masih banyak dari kita tidak
mengetahuinya atau hanya tahu sejarah pembukuan di zaman Khalifah Ustman bin
Affan saja. Dan mudah-mudahan dapat mendorong keimanan kita dan merasa bangsa
pada pemimpin-pemimpin Islam pada zaman dahulu yaang bukan hanya memikirkan
bagaimana islam dapat disiarkan, tapi juga memelihara keutuhan firman Allah swt
dengan tetap memelihara keimanan mereka kepada Allah dan tetap menjunjung
tinggi apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
11
KRITIK
☻ Penulis
menyadari bahwa makalah ini amatlah jauh dari kesempurnaan, oleh karna itu
diharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi efektifnya makalah selanjutnya, karena penulis adalah manusia
yang tidak luput dari kesalahan.
SARAN
☻ Apabila
ada kesalahan yang terdapat dalam makalah ini diharapkan kepada pembaca agar
dapat meluruskannya.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof.
Dr.H.Muhammad Amin Suma,S.H.M.A.M.M,
Ulumul Quran. (Jakarta: Rajawali Pers, 2013).
2.
Ibrahim Al Ibyary, Pengenalan sejarah Al-Quran. (Jakarta Utara: PT. RajaGrafindo,
1995).
i6